Home » Sosial » KONTROVERSI FILM GENDING SRIWIJAYA
28/04/13
KONTROVERSI FILM GENDING SRIWIJAYA
SEDIKIT INFORMASI MENGENAI KERAJAAN SRIWIJAYA
Kerajaan Sriwijaya Berkuasa Dari Abad Ke-7 Hingga Awal Abad Ke-13 M, Dan Kerajaan Sriwijaya Mencapai Zaman Keemasan Di Jaman Pemerintahan Balaputra Dewa [ 833-856 M ]. Kemunduran Kerajaan Sriwijaya Ini Berkaitan Dengan Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di Sumatera, Dan Munculnya Kekuatan Singosari Dan Majapahit Sebagai Kekuatan Tandingan Di Pulau Jawa. Dalam Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Sriwijaya Menguasai Bagian Barat Nusantara. Salah Satu Faktor Yang Menyebabkan Kerajaan Sriwijaya Bisa Menguasai Seluruh Bagian Barat Nusantara Adalah Runtuhnya Kerajaan Fu-Nan Di Indocina. Sebelumnya, Fu-Nan Adalah Satu-Satunya Pemegang Kendali Di Wilayah Perairan Selat Malaka. Faktor Lainnya Adalah Kekuatan Armada Laut Kerajaan Sriwijaya Yang Mampu Menguasai Jalur Lalu Lintas Perdagangan Antara India Dan Cina. Dengan Kekuatan Armada Yang Besar, Kerajaan Sriwijaya Kemudian Melakukan Ekspansi Wilayah Hingga Ke Pulau Jawa. Dalam Sumber Lain Dikatakan Bahwa, Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Sampai Ke Brunei Dan Di Pulau Borneo.
Dari Prasasti Kota Kapur Yang Ditemukan JK Van Der Meulen Di Pulau Bangka Pada Bulan Desember 1892 M, Diperoleh Petunjuk Mengenai Kerajaan Sriwijaya Yang Sedang Berusaha Menaklukkan Bumi Jawa. Meskipun Tidak Dijelaskan Wilayah Mana Yang Dimaksud Dengan Bhumi Jawa Dalam Prasasti Itu, Beberapa Arkeolog Meyakini, Yang Dimaksud Bhumi Jawa Itu Adalah Kerajaan Tarumanegara Di Pantai Utara Jawa Barat. Selain Dari Isi Prasasti, Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Juga Bisa Diketahui Dari Persebaran Lokasi Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Tersebut. Di Daerah Lampung Ditemukan Prasasti Palas Pasemah, Di Jambi Ada Karang Berahi, Di Bangka Ada Kota Kapur, Di Riau Ada Muara Takus. Semua Ini Menunjukkan Bahwa, Daerah-Daerah Tersebut Pernah Dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Sumber Lain Ada Yang Mengatakan Bahwa, Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Sebenarnya Mencapai Philipina. Ini Merupakan Bukti Bahwa, Kerajaan Sriwijaya Pernah Menguasai Sebagian Besar Wilayah Nusantara.
Salah Satu Cara Untuk Memperluas Pengaruh Kerajaan Sriwijaya Adalah Dengan Melakukan Perkawinan Dengan Kerajaan Lain. Hal Ini Juga Dilakukan Oleh Penguasa Kerajaan Sriwijaya. Dapunta Hyang Yang Berkuasa Sejak 664 M, Melakukan Pernikahan Dengan Sobakancana, Putri Kedua Raja Kerajaan Tarumanegara, Linggawarman. Perkawinan Ini Melahirkan Seorang Putra Yang Menjadi Raja Kerajaan Sriwijaya Berikutnya: Dharma Setu. Dharma Setu Kemudian Memiliki Putri Yang Bernama Dewi Tara. Putri Ini Kemudian Ia Nikahkan Dengan Samaratungga, Raja Kerajaan Mataram Kuno Dari Dinasti Syailendra. Dari Pernikahan Dewi Setu Dengan Samaratungga, Kemudian Lahir Bala Putra Dewa Yang Menjadi Raja Di Kerajaan Sriwijaya Dari 833 Hingga 856 M
Dari Prasasti Kota Kapur Yang Ditemukan JK Van Der Meulen Di Pulau Bangka Pada Bulan Desember 1892 M, Diperoleh Petunjuk Mengenai Kerajaan Sriwijaya Yang Sedang Berusaha Menaklukkan Bumi Jawa. Meskipun Tidak Dijelaskan Wilayah Mana Yang Dimaksud Dengan Bhumi Jawa Dalam Prasasti Itu, Beberapa Arkeolog Meyakini, Yang Dimaksud Bhumi Jawa Itu Adalah Kerajaan Tarumanegara Di Pantai Utara Jawa Barat. Selain Dari Isi Prasasti, Wilayah Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Juga Bisa Diketahui Dari Persebaran Lokasi Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya Tersebut. Di Daerah Lampung Ditemukan Prasasti Palas Pasemah, Di Jambi Ada Karang Berahi, Di Bangka Ada Kota Kapur, Di Riau Ada Muara Takus. Semua Ini Menunjukkan Bahwa, Daerah-Daerah Tersebut Pernah Dikuasai Kerajaan Sriwijaya. Sumber Lain Ada Yang Mengatakan Bahwa, Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya Sebenarnya Mencapai Philipina. Ini Merupakan Bukti Bahwa, Kerajaan Sriwijaya Pernah Menguasai Sebagian Besar Wilayah Nusantara.
Berikut Ini daftar raja Kerajaan Sriwijaya berdasar prasasti dan bukti yang ada :
Dapunta Hyang Sri Yayanaga [ Prasasti Kedukan Bukit 683, Talang Tuo, 684 ].
1. Cri Indrawarman [ Berita Cina, Tahun 724 ].
2. Rudrawikrama [ Berita Cina, Tahun 728, 742 ].
3. Wishnu [ Prasasti Ligor, 775 ].
4. Maharaja [ Berita Arab, Tahun 851 ].
5. Balaputradewa [ Prasasti Nalanda, 860 ].
6. Cri Udayadityawarman [ Berita Cina, Tahun 960 ].
7. Cri Udayaditya [ Berita Cina, Tahun 962 ].
8. Cri Cudamaniwarmadewa [ Berita Cina, Tahun 1003, Prasasti Leiden, 1044.
9. Maraviyayatunggawarman [ Prasasti Leiden, 1044 ].
10. Cri Sanggaramawijayatunggawarman [ Prasasti Chola, 1044 ].
PENYEBAB KEMUNDURAN KERAJAAN SRIWJAYA :
Pada Abad Ke-11 M, Kerajaan Sriwijaya Mulai Mengalami Kemunduran. Pada Tahun 1006 M, Kerajaan Sriwijaya Diserang Oleh Dharmawangsa Dari Jawa Timur. Serangan Ini Berhasil Dipukul Mundur, Bahkan Kerajaan Sriwijaya Mampu Melakukan Serangan Balasan Dan Berhasil Menghancurkan Kerajaan Dharmawangsa. Pada Tahun 1025 M, Kerajaan Sriwijaya Mendapat Serangan Yang Melumpuhkan Dari Kerajaan Cola, India. Walaupun Demikian, Serangan Tersebut Belum Mampu Melenyapkan Kerajaan Sriwijaya Dari Muka Bumi. Hingga Awal Abad Ke-13 M, Kerajaan Sriwijaya Masih Tetap Berdiri, Walaupun Kekuatan Dan Pengaruhnya Sudah Sangat Jauh Berkurang. Masuknya islam ke bumi nusantara juga menjadi penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.
APA ITU GENDING SRIWIJAYA
Gending Sriwijaya merupakan nama tarian yang diciptakan pada tahun 1943 ketika zaman penjajahan Jepang sebagai tarian penyambut petinggi Jepang ketika itu. Tari ini diciptakan Sukainah Arozak, syair diciptakan A Muhibat. Sementara Kerajaan Sriwijaya dikisahkan dalam sejarah mengalami kejayaan pada abad ke-7 hingga ke-13 masehi.
PRASASTI KEDUKAN BUKIT
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh M. Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di Kampung Kedukan Bukit, kelurahan 35 Ilir Palembang, Sumatera Selatan. di tepi Sungai Tatang yang mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional Indonesia dengan nomor D.146
Berikut isi Prasasti kedukan bukit setelah di alih bahasa.
1. Selamat ! Tahun Śaka telah lewat 604, pada hari ke sebelas
2. paro-terang bulan Waiśakha Dapunta Hiyang naik di
3. sampan mengambil siddhayātra. di hari ke tujuh paro-terang
4. bulan Jyestha Dapunta Hiyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa bala tentara dua laksa dengan perbekalan
6. dua ratus cara (peti) di sampan dengan berjalan seribu
7. tiga ratus dua belas banyaknya datang di mata jap (Mukha Upang)
8. sukacita. di hari ke lima paro-terang bulan....(Asada)
9. lega gembira datang membuat wanua....
10. Śrīwijaya jaya, siddhayātra sempurna....
Pada baris ke delapan terdapat unsur pertanggalan, namun bagian akhir pada prasasti hilang, seharusnya diisi “Asada” jadi artinya yaitu hari kelima paro-terang bulan Āsāda yang bertepatan dengan tanggal 16 Juni 682 Masehi. Menurut George Cœdès , siddhayatra berarti semacam “ramuan bertuah” (potion magique), tetapi kata ini bisa pula diterjemahkan lain. Menurut kamus Jawa Kuna Zoetmulder (1995): sukses dalam perjalanan. Dengan terjemahan tersebut kalimat di atas dapat diubah: “Sri Baginda naik sampan untuk melakukan penyerangan, sukses dalam perjalanannya.” ) sumber : id.wikipedia.org.
Dari prasasti Kedukan Bukit, didapatkan data sebagai berikut: Dapunta Hyang berangkat dari Minanga dan menaklukan kawasan tempat ditemukannya prasasti ini (Sungai Musi, Sumatera Selatan). Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Meskipun masih ada beberapa pendapat lain mengenai kawasan tempat yang ditaklukan itu tapi intinya adalah kesuksesan pasukan dalam melakukan peperangan.
SINOPSIS FILM GENDING SRIWIJAYA
Kedatuan Bukit Jerai, adalah kerajaan kecil yang dipimpin oleh Dapunta Hyang Jaynasa yang di perankan oleh (Slamet Rahardjo) dengan permaisurinya Ratu Kalimanyang (Jajang C. Noer). Mereka memiliki dua putera, Awang Kencana (Agus Kuncoro) dan Purnama Kelana (Sahrul Gunawan).
Dapunta Hyang sudah memasuki usia tua dan saatnya untuk menyerahkan kepemimpinannya kepada putera mahkotanya, Awang Kencana. Namun diluar adat kebiasaan, Dapunta justru memilih Purnama Kelana sebagai penggantinya Awang Kencana secara diam-diam mengetahui rencana itu dan sangat kecewa dengan keputusan ayahnya.
Awang kemudian menjebak Purnama, menfitnah Purnama telah membunuh Dapunta Mahawangsa. Purnama kemudian di tangkap oleh Awang dan dijebloskan kepenjara. Dengan dibantu oleh para tabib dan sahabat-sahabatnya, Purnama berhasil dibebaskan dan dihindarkan dari hukuman mati.
Kelompok pasukan yang dipimpin oleh Awang kemudian mengetahui rencana itu, mereka mengejar Purnama sampai pelosok hutan, Purnama terdesak di lereng tebing, Purnama jatuh di jurang yang tinggi, tercebur di sungai dan terbawa arus yang deras. Pasukan Awang tak mampu mengejar dan mengira Purnama telah tewas Setelah meninggalnya Dapunta Hyang Mahawangsa, seratus hari kemudian, Awang dinobatkan sebagai raja di Kedatuan Bukit Jerai. Awang memerintahkan untuk membasmi kelompok perampok Ki Goblek. Mata-mata Awang Kencana berhasil mengetahui markas kelompok Ki Goblek.
Dengan kekuatan penuh ,pasukan Awang Kencana mengepung Ki Goblek yang bermarkas di sebuah gua di tengah hutan. elompok perampok berhasil ditumpas, Ki Goblek tewas. Hanya tertinggal Purnama dan Malini (Julia Perez) dan 8 orang perempuan penenun songket, yang adalah janda para perampok yang tewas. Malini yang kehilangan kedua orang tua dan juga adiknya takluput menjadi korban. Malini menyimpan dendam.
Purnama yang mengetahui ini semua adalah perbauatan adiknya, makin meradang.Ia harus menghentikan kelakuan adiknya, menuntut balas kematian ayahnya, sekaligus membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah. Sepuluh orang menyiapkan sebuah serangan balasan kepusat Kedatuan Bukit Jerai. kemudian Purnama Kelana merebut tahta Kedatuan Bukit Jerai.
KONTROVERSI FILM GENDING SRIWIJAYA
Film yang mengambil setting kerajaan Sriwjaya ini bermaksud untuk mengangkat kisah kerajaan itu ke layar emas, namun tak pelak karena ketidakmatangan dalam penelusuran sejarah dan seluk beluk peristiwa saat itu, tak pelak film ini banyak diprotes oleh para budayawan dan peneliti sejarah asal Palembang.mereka protes karena menilai alur cerita (plot) film menyimpang dari sejarah Kerajaan Sriwijaya.
Menurut Kepala Balai Arkeologi Palembang, Nurhadi Rangkuti. Kelemahan film Gending Sriwijaya terletak pada cerita pertentangan dan perebutan tahta oleh dua anak raja (dalam film disebut Raja Dapunta Hyang Srijayanasaa. Nama Dapunta Hyang terukir di Prasasti Kedukan Bukit, 864 Masehi). Menurut Nurhadi, dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya tidak pernah terjadi pertentangan. Kehancuran Sriwijaya yang pernah menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara disebabkan faktor eksternal, tidak ada sejarah yang mengisahkan perebutan tampuk kekuasaan di antara keturunan raja."Pertentangan dan kehancuran kerajaan diriwayatkan terjadi karena ada serangan dari luar kerajaan," tegas Nurhadi.
Ketua Yayasan Kebudayaan Tandipulau, Erwan Suryanegara, protes lebih keras. "Saya berani pasang leher untuk menentang film ini," katanya.Budayawan yang mendapat Magister Seni Rupa dan Desain dari Institut Teknologi Bandung ini mengatakan, kisah yang diceritakan terkesan mengada-ada karena menggabungkan Gending Sriwijaya dengan cerita Kerajaan Sriwijaya. Sebagaimana diberitakan di http://www.varianews.com 7 Januari 2013.
Tidak ada sedikit pun bukti bahwa terjadi perebutan tahta kerajaan ini dalam sejarah Kerajaan Sriwijaya. Kisah dalam prasasti kedukan bukit adalah kisah sukses Penaklukan bukan perang saudara perebutan kekuasaan sedangkan Dapunta Hyang Mahawangsa adalah raja pertama kerajaan Sriwijaya yang berkuasa mulai tahun 683 berdasar Prasasti Kedukan Bukit, 684 berdasar prasasti Talang Tuo.
Ide dan niat pembuatan film ini sangat baik dan layak mendapat apresiasi namun ada baiknya melakukan persiapan yang matang berkonsultasi dengan ahli sejarah dan pemuka-pemuka adat yang ada di Sumatera Selatan yang memiliki pengetahuan tantang hal ini. Film ini adalah inisiatif pengprov Sumsel yang ditenderkan dan dimenangkan oleh Putar Production yang disutradarai Hanung Bramantyo yang dimodali dari dana APBD.
Sejumlah budayawan dan peneliti sejarah di Sumatera Selatan protes karena menilai alur cerita (plot) film menyimpang dari sejarah Kerajaan Sriwijaya bahkan Pakaian songket dan kemben yang dikenakan para pemain tidak seperti aslinya. Padahal film tersebut akan dijadikan sebuah film dokumenter oleh pemerintah setempat.
Selain alur cerita yang tidak dikenal tersebut film ini sama sekali tidak mengungkap kebesaran Kerajaan Sriwijaya yang mempunyai Pasukan Maritim yang kuat yang kekuasaannya mencapai Asia Tenggara. Kesuksesan perdagangan dijalur sutra, Ilmu dan kebudayaan yang tinggi karena Kerajaan Sriwijaya adalah tempat menuntut ilmu dimasa jayanya. Bahasa campuran antara Bahasa Palembang, Lahat, Padang juga Bahasa Indonesia membuat film jadi rancu ditambah penggunaan tutur bahasa yang kasar dan terkesan barbar sangat tidak cocok dengan kebesaran nama Kerajaaan Sriwijaya.
0 Comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)